Aku Hampir Sampai
Waktu berputar begitu cepat. Kini, perkuliahan semester genap (2) hampir
memasuki tahap akhir. Aku hampir sampai pada pemberhentian kedua. Bukan jalan
mudah yang ku hadapi untuk dapat sampai di jalan yang tinggal sedikit ini.
Tentunya rintangan lebih berat dari sebelum pemberhentian pertama. Tetapi, aku
tahu itu semua harus dihadapi, satu persatu. Pada tahap ini, kebosanan sudah
sangat terasa. Berbeda halnya dengan dahulu, dahulu kami baru saja mengenal sistemnya,
kini saat kami sudah mengenalnya, banyak yang mengeluh, membosankan juga. Tak
hanya suasana di lingkungan pendidikan yang berbeda, lingkungan masyarakat pun
begitu. Rindu rasanya akan kehidupan sebelum pandemi datang. Rindu akan kumpul
bersama. Orang di luar sana rindu akan kampung halamannya.
Tak begitu jauh berbeda dengan pemberhentian pertama, itu lah mengapa di
pemberhentian kedua ini cukup membosankan. Bukan hanya saya yang merasakan hal
itu, teman-teman yang saya sendiri belum pernah bertemu dengan mereka pun
merasakan hal yang sama. Lelah pasti sangat lelah. Aku masih teringat dengan
beberapa hari pertama, saat itu aku terbiasa akan keadaan semacam itu, sampai
jatuh sakit. Namun, lambat laun suasana itu mulai akrab denganku. Aku mulai
bersahabat dengan keadaan. Dan memang, kami harus bersahabat. Kini, rasa lelah
kembali menghampiriku, syukurnya itu semua telah aku lalui sebelumnya, hingga
kini aku tak kaget lagi dengan lelahku.
Tak kurang dari satu bulan, aku akan sampai pemberhentian kedua. Tinggal
beberapa hari lagi tahap akhir akan ku mulai. Sebuah tahap yang kurang lebih
sama dengan pemberhentian pertama. Sebuah tahap yang akan menentukan aku
selanjutnya. Hanya usaha dan doa yang akan membawaku pada itu semua. Itu
kenapa, tak ada yang mudah dalam mencapai semua. Segala sesuatu butuh proses,
proses itu akan selalu menemani kita dalam setiap usaha.
Aku ada pada tahap ini juga melalui proses panjang. Dahulu diriku tak
pernah berpikir akan sejauh ini. Tak pernah terpikirkan aku akan meneruskan
pendidikan ke perguruan tinggi. Bahkan, sampai detik ini, aku masih menganggap
diterima di Universitas Negeri Semarang adalah mimpi. Sebuah mimpi yang sangat
panjang, sudah hampir satu tahun aku menjalaninya. Herannya, aku tak bisa
terbangun dari mimpi itu. Dan ternyata, hal itu bukanlah mimpi, itu adalah
kehidupan nyata. Itu adalah hasil dari sebuah usaha, sebuah usaha yang tak
kenal lelah, sebuah usaha dari jatuh bangun, sebuah usaha yang kucapai dengan
disertai doa.
Komentar
Posting Komentar