Berjuang Demi Sesendok Nasi
Bangka Belitung adalah salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai dua pulau utama, yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung, serta ada pulau-pulau lainnya. Kedua pulau ini mempunyai potensi yang tidak jauh berbeda, bahkan bisa dibilang sama. Potensi-potensi yang ada mulai dari sektor pertanian, perkebunan, kelautan, sampai pertambangan. Sektor pertambangan menjadi salah satu yang terbesar di Bangka Belitung, yaitu pertambangan timah. Timah di pulau ini tentu sudah tidak asing lagi karena memang itu menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Bangka Belitung. Baik Bangka maupun Belitung, keduanya sama-sama mempunyai tambang timah yang berlimpah. Kali ini yang akan menjadi topik bahasan adalah tambang timah di Pulau Bangka, tepatnya di Desa Mayang, Kabupaten Bangka Barat.
(Sumber foto by: Bintang Olym, 9
Agustus 2010)
Desa Mayang
merupakan salah satu desa di Kecamatan Simpang Teritip yang menghasilkan
tambang timah terbesar di Kecamatan Simpang Teritip, bahkan bisa dikatakan
terbesar di Bangka Barat. Masyarakat Desa Mayang telah memulai kegiatan tambang
timah sejak dahulu, jauh sebelum Bangka Belitung disahkan. Bukan hanya Desa
Mayang, tetapi juga desa-desa lainnya yang mempunyai tambang timah. Tak bisa
dipungkiri, bahwa Bangka Belitung menjadi salah satu pengekspor timah terbesar
di Indonesia. Masyarakat biasanya menyebut kegiatan tambang timah dengan
sebutan nailing, ngelimbang, nebok, dan beberapa sebutan lain.
Waktu kecil,
saya pribadi sering pergi untuk nailing. Saat itu ekonomi masyarakat tidak
stabil seperti sekarang, hal itu yang membuat anak-anak harus ikut merasakan
kerasnya bekerja. Bekerja di tambang timah bukan menjadi hal mudah, pasalnya
kita harus melewati beberapa tahap sebelum tanah yang terdapat timahnya itu
benar-benar menjadi timah dan siap untuk dijual. Harga timah sendiri mencapai
120 ribu perkilo jika timah benar-benar sedang naik. Namun, jika timah menurun,
harga pun akan ikut menurun, bahkan sampai tidak laku dijual. Hal itulah yang
membuat kehidupan Desa Mayang kadang naik, kadang turun. Untuk itu, harus
pandai-pandai dalam menaruh uang dan dipergunakan untuk keperluan sehari-hari,
jangan malah dipergunakan untuk hal lain yang tidak bermanfaat.
Tambang timah
ini sebenarnya cukup berbahaya, bahkan pernah merenggut nyawa para pekerja.
Berbeda dengan pekerja yang berada di bawah atau mereka yang di lubang
tambangan. Kegiatan nailing tidaklah berbahaya karena kegiatan ini hanya
menunggu saat timah proses pencucian. Namun, untuk kegiatan itu sendiri
sekarang sudah tidak ada lagi. Masyarakat sudah menemukan tempat baru yang
menjadi mata pencaharian mereka. Yang sangat disayangkan adalah bekas-bekas
tambang timah yang mereka lakukan itu tidak kembali ditimbun, hasilnya terlalu
banyak kolong dengan genangan air. Tetapi karena jarak dari kolong bekas
tambang ini jauh dari pedesaan, maka untuk banjir pun sedikit tidak berpengaruh
ke desa. Namun, tetap banjir saat terjadi hujan lebat, yaitu banjir di jalan
aspal. Bahkan jembatan penghubung itu pernah putus akibat dari banjir.
Kini warga sudah
tidak lagi menambang di daerah-daerah dataran rendah. Saat ini mereka mencari
timah di pegunungan di desa mereka. Hal ini sebenarnya sangat berisiko bagi
masyarakat karena sudah beberapa kali ada korban yang tertimpa tanah akibat
dari tambang timah di pegunungan ini. Kepolisian Simpang Teritip juga sudah
menghimbau agar masyarakat tidak lagi menambang timah, tetapi masyarakat
menolak hal itu karena menurut mereka dari tambang timah itu lah mereka dapat
bertahan hidup. Tambang timah memang menjadi prioritas Desa Mayang, walaupun
ada risikonya. Setelah beberapa kali menelan korban jiwa, masyarakat kini lebih
berhati-hati dalam menambang timah di pengunungan.
Pada awal-awal
pembukaan lubang tambang timah di pengunungan ini, kegiatan begitu berpihak
pada masyarakat. Bukan tanpa alasan, masyarakat bisa menghasilkan uang 15 juta
hanya dalam waktu 1 hari, Saya mengetahui hal itu karena pada saat itu Bapak
Saya sendiri yang mendapatkan 15 juta, bukan hanya Bapak, tetapi juga
rekan-rekannya karena mereka bekerja kelompok, bukan individu. Jadi pembagian
pun dibagi rata, masing-masing mendapat 15 juta. Untuk jumlah orang yang
menerimanya, Saya tidak ingat, yang pasti lebih dari 5 orang. Setelah hari itu,
sudah jarang yang mendapat sampai 15 juta selama satu hari bekerja. Namun,
tetap ada penghasilan harian untuk memenuhi kebutuhan mereka. Saya pribadi
benar-benar tidak percaya bahwa tambang timah tersebut bisa menghasilkan 15
juta dalam satu hari. Itu juga tentu menjadi pengalaman yang tak terlupakan
dalam tambang timah.
Dengan tambang
timah ini, harapannya tentu tidak ada lagi warga Desa Mayang yang kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan tentu bisa lebih berhati-hati dalam
melakukan kegiatan tersebut.
Sumber Foto:
Komentar
Posting Komentar