Penyelamat Malaikat Kecil Ibu
Awan-awan berarak. Dibalik bukit yang rindang akan pepohonan, terlihat satu rumah yang tidak
begitu elok dan beberapa rumah lainnya. Saat itu ada seorang Ibu yang sedang menjemur baju
dan ayah mengembala domba-dombanya. Ibu sedang mengandung anak pertamanya. Saat itu
kandungannya sudah tinggal menghitung hari, mungkin tak lama lagi akan melahirkan. Saat
malam tiba, ia bersama suami dan beberapa tetangganya sedang asyik nonton bola. Saat itulah
Ibu merasa tidak nyaman dengan perutnya. Malam itu menjadi hari kelahiran anak pertama Sang
Ibu.
Sudah lima tahun anak Ibu tumbuh, namanya Soleha. Soleha adalah anak perempuan yang cantik
dan juga mempunya pribadi yang baik, tetapi agak sedikit ‘nakal’. Soleha yang sejak lahir tidak
bisa bicara atau tunawicara. Meskipun begitu, hari-harinya selalu ada senyuman. Ia suka bermain
dengan domba Ayahnya. Pada suatu hari ia sedang bermain mobil-mobilan dari barang bekas di
sekitaran rumah, kebetulan di sana terdapat sebuah sungai. Hari menjelang sore, tetapi Soleha
masih asyik bermain dengan mainannya. Padahal Ayah sudah menyuruhnya pulang ke rumah.
Tiba-tiba mainan itu menggelinding ke arah sungai. Soleha pun mengejarnya, sampai-sampai ia
terjatuh ke sungai. Ia tak sampai jatuh ke sungai, ia masih tersangkut di bekas penebangan kayu.
“Ayah, dimana Soleha?” teriak Ibu dari kejauhan.
“Tadi sudah Ayah suruh pulang, Bu” jawab Ayah yang sedang menggiring domba kembali ke
kandangnya.
“Tidak ada di sini” Jawab Ibu yang mulai panik.
Setelah mendengar bahwa Soleha belum pulang ke rumah. Semua orang mencarinya
menggunakan senter karena hari sudah malam. Mereka berteriak menanggilnya.
“Soleha”, teriak para warga.
“Soleha, Soleha”, teriak Ibu sambil menangis.
Soleha hanya bisa mendengar teriakan mereka, tetapi ia tak mampu untuk menjawab teriakan itu
karena ia tunawicara.
Tak lama, Ibu menemukan bekas sobekan baju dari Soleha dan akhirnya Soleha ditemukan.
Setelah kejadian hari itu, Ibu merasa tidak aman dengan anaknya jika bermain di sekitaran
rumahnya, ia mengajak Soleha untuk tinggal di rumah nenek. Mereka berangkat menggunakan
kereta api. Saat malam tiba, Ibu sedang tertidur pulas. Saat itu kereta sedang ada berhenti. Soleha
yang saat itu terbangun, ia melihat ada domba di luar, ia pun keluar untuk melihat domba-domba
itu. Tak lama kemudian, kereta berangkat kembali, tetapi Soleha masih di luar kereta. Ia berlari
dan sambil mencoba memanggil Ibunya, satu yang ia lupa, ia tak mampu bicara. Kereta pun
semakin menjauh dan ia tertinggal oleh kereta itu. Saat Ibu terbangun, ia melihat Soleha sudah
tak ada lagi di kursinya. Ibu sangat panik, sampai memberhentikan kereta dan kembali ketempat
pemberhentian pertama. Ia tidak menemukannya, ia menangis tak berkesudahan, sedih sekali
rasanya kehilangan anak satu-satunya yang baru berusia lima tahun.
Soleha saat itu tertidur pulas sejak ditinggal kereta. Paginya ia bangun, berjalan menuju sebuah
kampung. Di sebuah pasar, ia melihat seorang pria yang sedang makan. Soleha mendekatinya,
meminta minuman yang ada di meja, lalu meminta makan. Pria itu tadinya tak tahu kalau Soleha
tak bisa bicara. Soleha yang tak tahu harus kemana, ia mengikuti pria itu sampai ke rumahnya.
“Apakah kau tersesat?” tanya pria itu, sebut saja Bagus.
Soleha tak menjawab pertanyaan pria itu, ia hanya menggerak-gerakkan tangannya.
Pria itu baru menyadari bahwa Soleha tak dapat bicara. Ia pun mengajak ia ke rumahnya. Karena
ia tak mengetahui namanya, ia memberi nama Soleha itu Mutiara. Ke esokannya, ia mencari tahu
di mana rumah Soleha. Ia selalu berusaha mencari dimana rumah Soleha, tetapi karena Soleha
tidak dapat berbicara, ia tak punya banyak cara bagaimana menemukan rumah Soleha. Ia dan
Soleha terpaksa tidur di jalanan, paginya ia belum terbangun, tetapi sudah ada yang razia.
Kemudia mereka di bawa, di sana lah Soleha menunjukkan rumahnya dari gambar yang ia lihat
di kalender.
“Kau mengenalinya?” tanya pria itu pada Soleha.
Soleha mengangguk disertai senyuman yang manis sekali. Pria itu sangat senang karena akhirnya
ia tahu dimana rumahnya, yaitu dekat pegunungan. Lalu ia mencari daerah-daerah pegunungan
itu dimana saja. Satpol PP yang menaham mereka tidak mengizinkan mereka pergi, padahal niat
pria itu hanya ingin melihat anak usia lima tahun kembali ke rumahnya dan bertemu Ibu tercinta.
Saat itu Soleha diganggu oleh para satpol pp, ia diminta untuk berbiacara. Melihat perlakuan itu,
Bagus langsung menghajar satpol pp itu dan mengajak Soleha lari. Mereka pun segara bergegas.
Saat keluar, kebetulan sedang ada wartawan. Kemudia wartawan itu mengikuti mereka untuk
bertanya dan membantu satpol pp. Namun, setelah tahu maksud dari pria itu, wartawan itu pun
ikut membantu pria itu untuk mengantar Soleha ke rumahnya. Mereka tidak bisa tenang karena
masih dalam pencarian para satpol pp. Dengan adanya wartawan itu, ia membuat video yang
hari-hari berisi Soleha dan pria itu. Suatu ketika ia menunjukkan video itu ke Soleha, ia melihat
bahwa di videonya ada Ibunya yang keluar dari bus.
“Apa kau melihat sesuatu, Mutiara?” tanya pria itu kepada Soleha
“I i i i i i i i” ia mencoba menjawab.
Setelah melihat Ibunya ada di video itu, Soleha menunjukkan tanggannya pada Ibunya di video
itu.
“Itu siapa?” ucap pria itu.
Soleha kemudian memberikan isyarat kepada pria itu, bahwa yang ada di video itu Ibunya. Ia
pun sangat senang melihat Ibunya. Lalu, setelah tahu bahwa itu adalah Ibu dari Soleha, mereka
langsung mencari bus itu, kemudian menanyakan tempat mana saja yang diberhentikan.
“Berang?” pria itu bertanya pada Soleha apakah itu nama desanya.
Soleha menggeleng,
“Simpang?”
Ia kembali menggeleng,
Supir bus terus memberi tahu tempat mana saja yang ia singgahi.
“Teritip?”
Soleha mengangguk disertai senyuman.
“Teritip? Alhamdulillah, baiklah pak, kita ke sana” ucap pria itu dengan gembira.
Kemudian, mereka kembali bergegas naik bus menuju tempat tinggal Soleha. Mereka masih
belum aman, satpol pp masih mencari mereka dan memberhentikan semua bus yang lewat.
Mengetahui hal tersebut, Bagus keluar dari bus untuk mengalihkan perhatian, lalu Soleha dan
wartawan itu keluar dari bus, jalan kaki menuju rumah Soleha. Di perjalanan ia memvideokan
Soleha yang berlari menuju rumah. Sementara itu, Bagus dikejar para satpol pp, setelah dapat
oleh satpol pp, ia dihakimi oleh beberapa satpol pp itu sampai babak belur. Kemudia ia dibawa
ketahanan.
Dari kejauhan, sayup-sayup Ibu melihat Soleha yang berlari ke arahnya. Wartawan masih
mengaktifkan videonya dan terus memvideokan Soleha.
“Soleha”
“Soleha”
“Soleha”, sapa Ibu sambil menangis terharu
Akhirnya setelah sekian lama terpisah, hampir dua bulan. Ibu kembali bertemu anaknya itu dan
memeluk hangat Soleha. Ibu sangat senang akan hal itu, tak habis lagi ia menangis bahagia.
Sementara itu, Bagus yang di tahanan masih dihakimi oleh para satpol pp, kejam sekali mereka.
Itu imbas karena ia dan Soleha sempat menghajar satpol pp dan kabur. Wartawan yang sudah
mengumpulkan banyak video, lalu ia membagikan video itu ke media sosialnya.
Setelah bertemu dengan Bagus di tahanan, wartawan itu memberitahu bahwa Soleha telah
bertemu Ibunya.
“Soleha telah bertemu keluarganya” ucap wartawan itu dengan nada sedih.
“Soleha?” tanya pria itu pada wartawan.
“Ya, Soleha, anak yang kau beri nama Mutiara itu” jawab wartawan itu.
“Jadi namanya Soleha, nama yang bagus sekali” sambung pria itu.
Setelah melihat video itu, warga turut prihatin dengan kejadian itu. Kemudian berbondongbondong para warga minta pria itu dibebaskan dan akhirnya bebas dengan muka yang membiru
karena sudah dihajar berkali-kali. Ia pun di antar pulang ke rumahnya dengan di ikuti ribuan
warga yang sudah melihat videonya itu. Soleha yang ikut mendengar bagaimana nasib pria yang
sudah menolongnya itu, ia ikut ke lokasi untuk bertemu pria itu.
“p a a a a a”
“paaa maa n”
“paama n”
“pamannnnnn”, teriak Soleha yang seketika itu mampu berbicara untuk pertama kalinya.
Pria itu pun menoleh ke arah Soleha, keduanya berlari saling mendekati. Ibu yang mendengar
teriakan Soleha kembali menangis lagi, anaknya yang telah lama tak mampu bicara itu akhirnya
bisa bicara dengan kejadian itu. Soleha dan pria itu pun berpelukan. Satpol pp menyesali
perbuatan yang telah mereka lalukan pada Soleha dan juga pria itu. Dari kejadian itu, warga yang
tadinya saling bermusuhan antarkelompok, di hari itu jadi berbaikan atas kejadian bersejarah itu.
Pria itu pun kembali ke rumahnya dengan badan yang dipenuhi luka. Ia tak sedikit pun ada
niatan untuk balas dendam karena niatan awalnya hanyalah mengantarkan Soleha pulang ke
rumah dan bertemu keluarganya. Hal itu berhasil ia lakukan dengan bantuan wartawan yang
menemaninya saat itu. Kisah mereka berakhir sampai di situ.
Komentar
Posting Komentar